Home » , , , » Budaya Kawin Lari di Sumatera Selatan

Budaya Kawin Lari di Sumatera Selatan

Bergubalan
Di daerah Sumatra Selatan ini, kawin lari umumnya dikenal dengan istilah kawin bergubalan atau belaghaian khusus untuk Desa Air Itam Kab. Muara Enim. Mengutip pendapat Mustopa Husien Serie, dalam skripsi Maimuna yang berjudul, ”Kawin Lari di Daerah Kayu Agung ditinjau dari Hukum Pidana” bahwa, kawin lari bergubalan adalah: Suatu perkawinan yang didahului oleh tindakan si bujang melarikan gadis ke rumah sendiri atau kepala kampung setempat. Tindakan ini sering diambil disebabkan pihak orang tua gadis tidak menyetujui calon menantunya atau pihak si bujang tidak mampu memenuhi permintaan orang tua gadis, sedangkan kedua merpati itu sedang diayun asmara. Maka mengambil jalan bergubalan/lari tersebut.

Akibat dari tindakan bergubalan tersebut menurut Maimuna terdapat dua kemungkinan;
  1. Orang tua gadis dan kadang-kadang juga orang tua bujang tetap tidak mau menikahkan mereka karena dianggap menghina keluarga, mereka tidak mencampuri terhadap perkawinan anak-anak mereka, sehingga perkawinan tersebut dilakukan oleh penguasa secara sederhana.
  2. Timbulnya penyelesaian dari pihak orang tua gadis atau bujang, maka persoalan mereka diselesaikan melewati perkawinan rasa tuo.
Dapat dipahami bahwa tidak jarang terjadi kawin lari bergubalan tersebut atas anjuran orang tua si bujang atau si gadis demi untuk menghindari adat yang membutuhkan biaya yang besar itu. Sedang mereka tidak mampu atau menganggap adat tersebut sudah tidak perlu dipertahankan lagi. Di sini bergubalan hanya merupakan taktik belaka. (Maimunah;16) 

Belaghaian
Hasil wawancara terhadap narasumber, Alpian mahasiswa IAIN Raden Fatah semester 6 jurusan Ahwal Al-Syakhsiyah yang merupakan mahasiswa yang berasal dari daerah Air Itam, belaghaian adalah:
Antara laki-laki dan perempuan ingin menikah, namun tidak direstui oleh salah-satu orang tua, lalu mereka lari kerumah RT atau kepala kampung, atau juga kerumah keluarga dari pihak laki-laki. Selanjutnya RT atau kepala kampung menanyakan kepada kedua pasangan tersebut mahar atau pintaan dan yang lainya. Kalau direstui oleh orang tua mereka, maka akan dijemput dan diajak pulang untuk dinikahkan, tapi kalau tidak direstui, maka mereka akan tetap menjalankan proses pernikahan melalui wali hakim.
Demikianlah, penjelasan singkat tentang salah satu budaya kawin lari yang ada di Sumatera Selatan, khususnya di daerah Muara Enim. Semoga bermanfaat.